Bandar Lampung, Rabu 13 Maret 2023.

Prodi Studi Agama Agama bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa program Studi (HMPS) Studi Agama Agama rutin mengadakan kegiatan kajian selama Bulan Ramadhan, yang diberi nama Kajian Rutin Moderasi Beragama (KURMA). Pada kesempatan kajian kali ini dinarasumberi langsung oleh Prof. Dr. H. Sudarman, M.Ag yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Perbandingan Agama.

Kegiatan ini berlangsung secara online via zoom meeting, dengan dihadiri oleh para mahasiswa dan para dosen UIN Raden Intan Lampung. Acara dimulai pada pukul 16.30 WIB, dengan dimoderatori oleh mahasiswa dari prodi Studi Agama Agama yakni Darma Nur Yadi.

Dalam penyelasannya Prof. Sudarman menjelaskan bahwa Puasa sendiri dalam Islam sudah ada bahkan sejak Islam sendiri itu berdiri di dalam Alquran, Allah memerintahkan agama-agama sebelumnya seperti Yahudi dan Nasrani untuk berpuasa juga. Dan dalam setiap agama mereka memiliki puasanya masing-masing.

“Puasa atau Ta’anit dalam agama Yahudi dibagi menjadi dua, yaitu pada hari besar, Yom Kippur dan Tisha B’av, juga pada hari kecil, misalnya puasa Esther dan puasa Gedhalia. Pada saat puasa, mereka tidak diperkenankan untuk makan dan minum, berhubungan seks, mengenakan sepatu kulit, dan khusus pada hari Yom Kippur, umat Yahudi tidak diperkenankan untuk menggosok gigi. Kecuali pada saat Yom Kipur, puasa tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Sehingga, apabila puasa selain puasa Yom Kippur jatuh para hari Sabat, para Rabbi akan memutuskan hari pengganti untuk berpuasa.” ujarnya.

“Dalam agama Katolik, masa puasa pra-Paskah berlangsung selama 40 hari, dihitung dari hari Rabu Abu hingga Jumat Agung. Umat Katolik mengenal istilah berpantang dan berpuasa. Berpuasa wajib bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun. Saat berpuasa, mereka hanyal diizinkan untuk makan kenyang sekali saja dalam sehari. Sementara itu, berpantang wajib untuk mereka yang berusia 14 tahun ke atas. Berpantang dilakukan dengan cara menghindari diri dari melakukan hal-hal yang disukainya, misal makan daging, garam, atau merokok. Berpuasa dan berpantang merupakan cara untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan menyatukan pengorbanan umat Katolik dengan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Adapun macam-macam puasa dalam Perjanjian Lama yaitu; Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan dan tidak minum (Kel 24:16 dan Kel 34:28), Puasa Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Sam 12:16), Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (1 Raj 19:8), Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Est 4:16) dan Puasa Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (2:13),” ungkapnya.

“Jika melihat dari agama Buddha terdapat pada biksu yaitu puasa Mahayana. Dalam agama Buddha, puasa disebut sebagai Uposatha. Hidup biksu sangatlah teratur, puasa Mahayana termasuk dalam bagian meditasi dari mereka. Pada saat Sidharta Gautama sedang bertapa di bukit, ada dewa yang merasa kasihan kepada Sidharta Gautama karena Sidharta Gautama sendiri telah bertapa sangat lama dan itu membuat badannya kurus kering, lalu dewa tersebut berubah sosok menjadi kelinci dan dewa yang berubah menjadi kelinci tersebut loncat ke dalam api unggun, dewa tersebut berharap Sidharta Gautama memakan kelinci tersebut, namun bukannya dimakan kelinci tersebut justru Sidharta Gautama merasa kasihan kepada kelinci tersebut. Dan dari situlah ia berjanji untuk puasa karnivora begitu juga diikuti oleh para pengikutnya” ujarnya.

“Puasa dalam ajaran Hindu disebut juga dengan Upawasa. Upawasa ada yang wajib dilaksanakan dan ada juga yang tidak. Upawasa wajib misalnya adalah Upawasa Siwaratri umat Hindu tidak boleh makan dan minum mulai dari matahari terbit hingga terbenam. Kemudian puasa Nyepi, yang dilakukan dengan cara tidak makan dan minum sejak fajar hingga fajar keesokan harinya. Puasa lain yang dianggap wajib adalah puasa untuk menebus dosa yang dilakukan selama tiga hari, puasa tilem, dan purnama”, ungkapnya.

Kemudian pada akhir acara, Prof. Sudarman menyimpulkan “puasa adalah sarana wahana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, puasa sangat penting dan universal karena diajarkan oleh semua agama.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *